ANATOMI SEJARAH PEMIKIRAN EKONOMI
POLITIK
KATA PENGANTAR
Puji syukur
kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNya sehingga Makalah ini dapat
tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih
atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan
baik materi maupun pikirannya.
Dan
harapan kami semoga Makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi Makalah
agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman
kami, kami yakin masih banyak kekurangan dalam Makalah ini, Oleh karena itu
kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan Makalah ini.
Matangglumpangdua, Oktober 2018
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................. ii
DAFTAR ISI ................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
A.
Latar Belakang .................................................................................. 1
B.
Rumusan Masalah ............................................................................. 2
C.
Tujuan ................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN .............................................................................. 3
A.
Sejarah Ekonomi Politik .................................................................... 3
B.
Varian – Varian
Pemikiran Ekonomi Politik .................................... 11
C.
Tokoh - Tokoh Pemikir
Ekonomi Politik ........................................... 18
BAB III PENUTUP ...................................................................................... 22
A.
Kesimpulan ......................................................................................... 22
B.
Saran ................................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Ekonomi politik pada dasarnya diambil dari bahasa Yunani
yaitu polis yaitu sebuah kota atau unit politik dan oikonomike yang maknanya
menuju manajemen rumah tangga. Kalaborasi kedua ini yang dikawinkan yang
kemudian melahirkan istilah ekonomi politik. Kaitan kedua istilah ini
menunjukkan betapa eratnya keterkaitan faktor-faktor produksi, keuangan dan
perdagangan dengan kebijakan pemerintah di bidang moneter, fiskal dan
komersial.
Namun istilah ekonomi politik sebenarnya pada dasarnya
interaksi antara kedua bidang ekonomi dan politik, yang pada awalnya lebih
fokus kepada ilmu untuk mengelola perekonomian dengan ilmu untuk mengelola
pemerintahan. Tapi menurut penulis pada intinya di dalam nilai atau aspek
ekonomi ada kepentingan politik. Biasanya kepentingan atau daya magnet politik
cenderung lebih kuat dari pada magnet ekonomi.
Dalam ilmu ekonomi masih mengadopsi pendekatan ilmu eksaks
yang biasanya mengunakan teknikal analisis. Ekonomi dan politik berada
ditengah-tengahnya yang biasanya mengunakan data kualitatif dan data
kuantitatif.
Ketika kita berbicara ekonomi maka, istilah yang sering
muncul atau kata-kata yang tidak lepas dari unsur PDB, komsumsi, investasi,
fiskal, moneter, ekspor dan impor semua yang ditulis diatas adalah bahasa atau
istilah yang akrab ditemukan dalam diskusi atau berbicara ekonomi itu sendiri,
yang tentu berbeda dengan politik, istilah yang akan kita temukan adalah
negara, idiologi, kelompok dan elit.
Adapun yang menjadi pertanyaan oleh kita kemudian adalah,
kenapa muncul istilah ekonomi politik? dua hal yang berbeda tapi terjadi
perkawinan dua ilmu yang berbeda, ekonomi lebih kepada kuantitatif sementara
politik lebih cenderung kepada kualitatif, tapi apa sebenarnya motif dari
ekonomi politik itu sendiri? Menurut penulis bahwa didalam motif ekonomi selalu
ada yang namannya motif politik yang tidak bisa di pungkiri.
Namun yang jelas, ekonomi politik pada hakikatnya adalah
melihat hubungan timbal balik antara kepentingan ekonomi dan kepentingan
politik, namun setelah kita melihat indikator perbedaan antara ekonomi dan
politik tentu juga ada persamaan antara dua ilmu ini, yaitu sama-sama untuk
mencapai kepuasan, ketika orang sudah kaya atau sudah bosan dengan kekayaan tersebut
maka mereka mencoba merubah kebosanan dengan masuk atau terjun ke ranah
politik.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa itu Sejarah Ekonomi Politik?
2.
Apa itu Varian –
Varian Pemikiran Ekonomi Politik?
3.
Apa itu Tokoh - Tokoh
Pemikir Ekonomi Politik?
C. Tujuan
1.
Untuk mengetahui Sejarah Ekonomi Politik
2.
Untuk mengetahui Varian
– Varian Pemikiran Ekonomi Politik
3.
Untuk mengetahui Tokoh
- Tokoh Pemikir Ekonomi Politik
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Ekonomi Politik
Ilmu ekonomi muncul karena adanya kesenjangan antara
supply dan demand. Politik identik dengan kekuasaan atau power dalam suatu
negara. Politik membahas distribusi kekuasaan dalam suatu negara. Sebelum ilmu
ekonomi berkembang seperti saat ini, sesungguhnya dulunya berinduk kepada ilmu
ekonomi politik (political economy). Sedangkan ekonomi politik sendiri
merupakan bagian dari ilmu filsafat.
John
Stuart Mill dalam bukunya Principles of Political Economy tahun
1848. Perbedaan terpenting dari ekonomi politik dengan ekonomi murni adalah
dalam pandangannya dalam struktur kekuasaan yang ada di dalam masyarakat.
Ekonomi politik percaya bahwa struktur kekuasaan akan mempengaruhi pencapaian
ekonomi, sebaliknya pendekatan ekonomi murni menganggap struktur kekuasaan di
dalam masyarakat adalah given (mutlak ada).
Perspektif Ekonomi Politik
Munculnya teori ekonomi dapat dilacak dari periode antara abad 14 dan 16, yang
biasa disebut masa “transformasi besar” di Eropa Barat sebagai implikasi dari
sistem perdagangan yang secara perlahan menyisihkan sistem ekonomi feudal pada
abad pertengahan. Tumbuhnya pasar ekonomi baru yang besar tersebut telah
memunculkan peluang ekspresi bagi aspirasi-aspirasi individu dan memperkuat
jiwa kewirausahaan yang sebelumnya ditekan oleh lembaga gereja, negara dan
komunitas. Selanjutnya, pada abad 18 muncul abad pencerahaan yang marak di
Perancis dengan para pelopornya, antara lain, Voltaire, Diderot, D’Alembert,
dan Condilac. Pusat gagasan dari pencerahan ide tersebut adalah adanya otonomi
individu dan eksplanasi kapasitas manusia. Para pemimpin dari aliran ini
mempercayai bahwa kekuatan akal akan dapat menyingkirkan manusia dari segala
bentuk kesalahan. Ide dari abad pencerah inilah yang bertumu kepada ilmu
pengetahuan masyarakat (science of society), yang sebetulnya menjadi dasar
ekonomi politik. Sedangkan istilah ekonomi politik sendiri pertama kali
diperkenalkan oleh penulis Perancis, Antoyne de Montchetien (1575-1621), dalam
bukunya yang bertajuk Triatise on Political Economy. Sedangkan
dalam bahasa Inggris, penggunaan istilah ekonomi politik terjadi pada 1767
lewat publikasi Sir James Steuart (1712-1789) berjudul Inequiry into
the Principles of Political Economy.
Pada
awal-awal masa itu, para ahli ekonomi politik mengembangkan ide tentang
keperluan negara untuk menstimulasi kegiatan ekonomi (bisnis). Pasar dianggap
masih belum berkembang pada saat itu, sehingga pemerintah memiliki tanggung
jawab untuk membuka wilayah baru perdagangan, memberikan perlindungan (pelaku
ekonomi) dari kompetisi, dan menyediakan pengawasan untuk produk yang bermutu.
Namun, akhir abad 18, pandangan itu ditentang karena dianggap pemerintah bukan
lagi sebagai agen yang baik untuk mengatur kegiatan ekonomi, tetapi justru
sebagai badan yang merintangi upaya untuk memperoleh kesejahteraan. Perdebatan
antara para ahli ekonomi politik itulah yang akhirnya memunculkan banyak sekali
aliran dalam tradisi pemikiran ekonomi politik. Secara garis besar, mazhab itu
dapat dipecah dalam tiga kategori, yakni: (i) Aliran ekonomi politik
konservatif yang dimotori oleh Edmund Burke; (ii) Aliran ekonomi politik klasik
yang dipelopori oleh Adam Smith, Thomas Malthus, David Ricardo, Nassau Senior,
dan Jean Baptiste Say; (iii) aliran ekonomi politik radikal yang
dipropagandakan oleh William Godwin, Thomas Paine, Marquis de Condorcet, dan
Karl Marx.
Kembali
ke muasal ilmu ekonomi, sebenarnya ilmu akonomi eksis kedalam ranah ilmu
pengetahuan karena dipandang sebagai cabang ilmu sosialyang bisa menerangkan
dengan tepat problem manusia, yakni ketersediaan sumber daya ekonomi yang
terbatas. Implikasi dari keterbatasan sumber daya berujung dalam dua hal : (i)
bagaimana mengalokasikan sumber daya tersebut secara efisien sehingga bisa
menghasilkan output yang maksimal, (ii) menyusun formulasi kerja sama
(co-operation) ataupun kompetisi (competition) secara detail sehingga tidak
terjadi konflik. Teori ekonomi politik secara umum sebenarnya juga bekerja
untuk mencapai dua tujuan tersebut.
Bagi
ahli ekonomi politik, problem serius dalam perekonomian tidak semata resource
constraints, tetapi insentif. Syarat sistem insentif bekerja adalah tersedianya
informasi yang lengkap sehingga dapat diakses oleh semua pelaku ekonomi
(padahal ini mustahil). Informasi yang kurang lengkap menyebabkan sistem
insentif tidak pernah bekerja dengan sempurna. Bagi scholars ekonomi politik,
kegagalan terpenting mekanisme pasar adalah ketidaksanggupannya memfasilitasi
informasi yang lengkap. Dengan kata lain informasi yang selalu diberikan oleh
pasar adalah selalu asimetris. Disinilah teori ekonomi politik digunakan
diantara kelangkaan informasi (di satu sisi) dan kemampuan untuk mencari model
kompensasi atas ketidaksempurnaan pasar (di sisi lain).
Isu yang
dibangun oleh teori ekonomi politik adalah bagaimana pemerintah menyusun
mekanisme yang memungkinkan seluruh partisipan di pasar mau berbagi informasi.
Inilah yang melatari terjadinya peristiwa negosiasi. Dengan prinsip regulasi
itu, yang sebetulnya sudah dikembangkan oleh teori ekonomi kelembagaan, suatu
tindakan dan keputusan ekonomi diambil dengan mempertimbangkan kepentingan
semua pihak sehingga kemungkinan kerugian yang bakal diderita oleh salah satu
partisipan dapat dieliminir. Jika ini terjadi, maka prinsip efisiensi dan kerja
sama atau kompetisi dalam kegiatan ekonomi bisa dicapai.
Struktur Ekonomi Politik
Pendekatan
ekonomi politik sendiri secara definitive dimaknai sebagai interelasi diantara
aspek, proses, dan institusi politik dengan kegiatan ekonomi (produksi,
investasi, penciptaan harga, perdagangan, konsumsi dan lain sebagainya),
mengacu pada definisi tersebut, pendekatan ekonomi polititk mengaitkan seluruh
penyelenggaraan politik, baik yang menyangkut aspek, proses, maupun kelembagaan
dengan kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh masyarakat maupun yang diintrodusir
oleh pemerintah. Instrument-instrumen ekonomi seperti mekanisme pasar, harga
dan investasi dianalisis dengan menggunakan setting sistem politik dimana
kebijakan atau peristiwa ekonomi tersebut terjadi. Pendekatan ini melihat
ekonomi sebagai cara untuk melakukan tindakan, sedangkan politik menyediakan
ruang bagi tindakan tersebut. Pengertian ini sekaligus bermanfaat untuk
mengakhiri keyakinan yang salah, yang menyatakan bahwa pendekatan ekonomi
politik berupaya untuk mencampur analisis ekonomi dan politik untuk mengkaji
suatu persoalan. Padahal, seperti yang bisa dipahami, antara analisis ekonomi
dan politik tidak dapat dicampur karena keduanya dalam banyak hal memiliki
dasar yang berbeda.
Antara
ilmu ekonomi dan ilmu politik memang berlainan dalam pengertian diantara
keduanya mempunyai alat analisis sendiri-sendiri yang bahkan memiliki asumsi
yang berlawanan. Dengan demikian, tidak mungkin menggabungkan alat analisis
ilmu ekonomi dan politik karena bisa membingungkan. Antara ilmu ekonomi dan
politik bisa disandingkan dengan pertimbangan keduanya mempunyai proses yang
sama. Setidaknya, keduanya memiliki perhatian yang sama terhadap isu-isu
sebagai berikut: mengorganisasi dan mengkoordinasi kegiatan manusia, mengelola
konflik, mengalokasikan beban dan keuntungan, menyediakan kepuasan bagi
kebutuhan dan keinginan manusia. Berdasarkan pemahaman ini, pendekatan ekonomi
politik mempertemukan antara bidang ekonomi dan politik dalam hal alokasi
sumber daya ekonomi dan politik (yang terbatas) untuk dapat memenuhi kebutuhan
masyarakat. Oleh karena itu, implementasi dari kebijakan ekonomi politik selalu
mempertimbangkan struktur kekuasaan dan sosial yang hidup dalam masyarakat, khususnya
target masyarakat yang menjadi sasaran kebijakan.
Agar
mendapatkan pemahaman yang lebih detail mengenai ketidakmungkinan menggabungkan
analisis ekonomi dan politik bisa dilacak dari perbedaan kedua ilmu itu. Secara
definitive ilmu ekonomi selalu merujuk pada tiga konsep berikut: kalkulasi,
penyediaan materi, dan meregulasi sendiri. Konsep tersebut bisa dijabarkan
sebagai berikut. Ujung dari analisis ekonomi selalu berupamencari kalkulasi
hasil yang paling efisien diantara keterbatasan pilihan yang tersedia. Di sini
diandaikan semakin efisien hasil yang diperoleh, maka kian bagus pilihan yang
diambil. Setelah itu, kegiatan ekonomi selalu bertujuan untuk melakukan
produksi (reproduksi) dan sirkulasi (distribusi). Dalam konteks ini penyediaan
barang/jasa dalam kegiatan ekonomi selalu bersinggungan dengan desain struktur
produksi. Ekonomi berargumen bahwa pasar bisa mengatur dirinya sendiri. Pada
titik inilah ekonomi dan politik (kelembagaan) itu terpisah. Kurang lebih
analisis ekonomi bekerja dengan menggunakan tiga konsep tersebut.
Ilmu
politik berjalan juga dengan tiga konsep baku, yakni politik sebagai pemerintah
(government), otoritas yang mengalokasikan nilai (authorative allocation of
values) dan publik (public). Politik sebagai pemerintah jelas tugasnya untuk
memberikan direksi dan mengeluarkan regulasi. Disini, sifat pemerintah berupaya
menyediakan panduan dan melakukan intervensi sehingga bertabrakan dengan sifat
ekonomi yang mempercayai pasar bisa bekerja secara mandiri. Selanjutnya politik
juga mengalokasikan nilai-nilai. Konsep nilai dalam politik tidak setumpul
nilai dalam ekonomi yang sering dimaknai sekedar efisiensi/laba. Dalam politik,
nilai itu bekerja berdasarkan norma-norma yang hidup di masyarakat, seperti
perlunya pemerataan/keadilan pembangunan. Disini, konsep keadilan mengungguli
efisiensi bila yang terakhir ini dicapai dengan jalan menciptakan ketimpangan.
Kemudian politik sebagai publik bermakna bahwa output dari nilai politik selalu
merupakan urusan bersama (public concern), berbeda dengan ekonomi yang
berkonotasi privat. Jadi, dengan deskripsi tersebut, antara ekonomi dan politik
memang memiliki asumsi yang berbeda, sehingga menggabungkan analisis ekonomi
dan politik secara bersamaan merupakan upaya yang tidak akan pernah berhasil.
Pendekatan ekonomi politik semakin relevan untuk dipakai karena struktur
ekonomi sendiri tidak semata-mata ditentukan secara teknis. Ia terdiri dari dua
bagian yang saling terkait. Pertama, kekuatan produksi material-pabrik dan
perlangkapan (atau modal), sumber-sumber alam, manusia dengan skill yang ada
(tenaga kerja) dan teknologi. Teknologi menentukan hubungan produksi yang
sifatnya teknis, sehingga proporsi bahan mentah, mesin dan tenaga kerja bisa
dialokasikan dengan biaya yang paling minimal. Kedua, relasi reproduksi
manusia, seperti hubungan antara para pekerja dan pemilik modal atau antara
para pekerja dan manajer. Begitulah struktur ekonomi tersusun dari elemen
material-teknis dan hubungan manusia. Setidaknya terdapat dua tipe ekonomi
politik yang bisa diterapkan, baik sebagai penasehat otentik bagi partai yang
berkuasa, yakni pihak yang melihat kebijakan sebagai cara untuk memaksimalkan
nisbah bagi partai, atau sebagai intelektual yang menempatkan kebijakan sebagai
instrumen untuk memecahkan hambatan ekonomi politik agar bisa memaksimalkan
kesejahteraan sosial sesuai amanat konstitusi.
Dalam
kasus peran pasar, misalnya, harus terdapat upaya yang jernih untuk
mencermatinya. Yang pertama harus dipahami, pasar (termasuk pasar keuangan)
tidaklah bersifat netral dan paling efisien dalam mengalokasikan sumber daya
ekonomi. Pasar selalu mengandaikan adanya kekuatan salah satu pihak (biasanya
para pemodal kakap) yang memanfaatkan informasi asimetris untuk mendapatkan
keuntungan. Pandangan inilah yang mengantarkan ekonom kelembagaan berkeyakinan
bahwa pasar tidak dapat dilihat dari mekanisme yang netral untuk melakukan
alokasi yang efisien dan kesederajatan distribusi. Dalam hal ini pasar dianggap
sebagai refleksi dari eksistensi kekuasaan, sehingga pasar tidak hanya
mengontrol tetapi juga dikontrol. Jadi, instrumen retriksi itu tidak ditujukan
untuk menggantikan peran pasar, melainkan untuk memastikan bahwa mekanisme
pasar tidak dikontrol oleh segelintir pihak yang berkuasa (pemodal).
Sejalan
dengan pandangan Rodrik dan Subranian, strategi kelembagaan yang bisa dilakukan
untuk menjinakan pasar dapat dipilih dalam tiga klasifikasi: (i) regulasi
pasar, khususnya untuk mengatasi persoalan-persoalan eksternalitas, skala
ekonomi dan informasi yang tidak sempurna, (ii) menstabilisasi pasar yang
bertujuan untuk menurunkan inflasi, minimalisasi volatilitas makro ekonomi dan
mencegah krisis keuangan, (iii) melegitimasi pasar, yakni kebijakan untuk
menopanh kegagalan pasar.
Ekonomi Politik dan Ekonomi Kelembagaan. Analisis ilmu ekonomi bisa dibagi dalam empat cakupan:
(i) alokasi sumber daya, (ii) tingkat pertumbuhan kesempatan kerja, pendapatan
produksi dan harga, (iii) distribusi pendapatan, (iv) struktur kekuasaan.
Pendekatan klasik/neoklasik lebih banyak menggunakan tiga instrumen, yang
pertama untuk menguliti setiap persoalan ekonomi, sebaliknya pendekatan
kelembagaan lebih menekankan kepada piranti yang terakhir untuk menganalisis
fenomena ekonomi. Dalam lintasan sejarah, ahli kelembagan mempunyai kepedulian
terhadap evolusi struktur kekuasaan dan aturan main, proses penciptaan dan
penyelesaian konflik dimana aktifitas ekonomi tiu terjadi. Sebaliknya, ahli
ekonomi klasik mendeskripsikan kasus khusus pertukaran dalam sebuah dunia
yang telah dirumusakan karasteristik asumsinya, yang mungkin tidak ada
hubungannya dengan duni yang kita tempati ini. Namun akibat pandangan pandangan
ekonomi konvensional (klasik/neoklasik) dalam memformulasikan kebijakan
ekonomi, tidak bisa disangkal bila rumusan-rumusan penyelesaian persoalan
ekonomi lebih banyak dipengaruhi oleh tiga instrumen yang pertama tadi.
Menurut
Veblen, kelembagaan adalah kumpulan norma dan kondisi-kondisi ideal yang
direproduksi secara kurang sempurna melalui kebiasaan pada masing-masing
generasi individu berikutnya. Dengan demikian, kelembagaan berperan sebagai
stimulus dan petunjuk terhadap perilaku individu. Dalam hal ini, keinginan
individu bukanlah factor penyebab fundamental dalam pengambilan keputusan,
sehingga pada posisi ini tidak ada tempat untuk memulai suatu teori. Namun
sifat dunia menurut pandangan Veblen, dinyatakan dengan ungkapan sosiologis
bahwa manusia tidak hanya mengerjakan apa yang mereka suka, tetapi mereka juga
harus suka terhadap apa yang harus mereka kerjakan. Oleh karena itu, tempat
untuk memulai suatu teori adalah menganalisis apa yang harus dikerjakan oleh
orang-orang (what men have to do).
Ahli
kelembagaan berusaha membuat model-model pola teori, sementara ahli neoklasik
berusaha menyususn model-model prediktif teori. Model-model pola menjelaskan
perilaku manusia dengan menempatkannya secara cermat di dalam konteks
kelembagaan dan budaya. Model prediktif menjelaskan perilaku manusia dengan
menyatakan secara cermat asumsi-asumsi dan menarik keimpulan implikasi
(prediksi) dari sumsi tersebut. Dalam ekonomi neoklasik, prediksi adalah
pengambilan keputusan secara logis dari postulat atau asumsi mendasar yang
telah dibuatnya. Selanjutnya, bukti prediktif harus memiliki validitas empirirs
atau akurat di dalam pengambilan keputusan tersebut. Dengan demikian
sifat dari bukti prediktif adalah mudah untuk memahami dan hanya membutuhkan
sedikit penjelasan.
Ide inti
dari paham kelembagaan (institutionalism) adalah mengenai kelembagaan
(institutions), kebiasaan (habits), aturan (rules) dan perkembangannya
(evolution). Namun ahli kelembagaan tidak akan berusaha membangun model tunggal
umum berdasarkan ide-ide tersebut. Ekonomi kelembagaan bersifat evolusioner, kolektif,
interdisipliner dan non prediktif. Ahli ekonomi kelembagaan umumnya focus pada
konflik daripada keharmonisan, pada pemborosan (inefisiensi) ketimbang
efisiensi dan pada ketidakpastian dibandingkan pengetahuan yang sempurna.
Mereka pada umumnya menolak keseragaman pasar sebagai mekanisme alokasi yang
tidak bias dan mekanisme distribusi. Disamping itu, ahli kelembagaan tetap
merawat secara konsisten persepsi yang jelas mengenai perbedaan antara
biaya/manfaat privat dan sosial.
Jika
rumusan pemikiran diatas dibawa dalam kegiatan ekonomi sehari-hari yang
berbasis pasar, maka susunan ekonomi yang berbasis pasar selalu mengandaikan
bahwa kesempatan, kemampuan dan informasi seluruh pelaku ekonomi sama dalam
arena pasar. Implikasinya, tidak dibutuhkan instrumen lain untuk mencapai
efisiensi ekonomi karena semuanya sudah dipenuhi oleh pasar. Namun, ternyata
asumsi-asumsi tersebut tidak ada yang menjelma di dalam pasar. Para pelaku
ekonomi terbukti mempunyai informasi yang asimetris, kemampuan yang berbeda dan
informasi yang berlainan (misalkan dekat dengan sumber kekuasaan/capital).
Disinilah kemudian lahir patologi ekonomi akibat tidak bekerjanya
mekanisme pasar.
Kedekatan teori ekonomi politik dengan ekonomi kelembagaan sebetulnya bisa
dilacak dari dua aspek. Pertama, pernyataan bahwa mekanisme pasar tidak bisa
digunakan seluruhnya untuk mengatur kegiatan ekonomi. Disini dibutuhkan
instrumen ekonomi lain yang dapat menutup kelemahan mekanisme pasar. Jalan
keluar teori desain mekanisme dan ekonomi kelembagaan adalah memformulasikan
aturan main yang dalam banyak aspek menghendaki peran pemerintah (namun bukan
untuk menggantikan mekanisme pasar). Kedua, efisiensi ekonomi disepakati
sebagai kerangka kegiatan ekonomi. Hanya jika ekonomi klasik mengukur efisiensi
ekonomi dari biaya produksi semata, maka ekonomi politik dan ekonomi
kelembagaan melihat efisiensi ekonomi dari biaya transaksi. Jika biaya produksi
sudah sangat jelas, maka biaya transaksi sangat sumir sehingga dibutuhkan
aturan main yang terperinci.
B. Varian – Varian
Pemikiran Ekonomi Politik
Tiga varian penting dalam pendekatan ekonomi politik,
yang selama ini mendominasi corak pendekatan ekonomi politik. Ketiga varian itu
adalah ekonomi politik klasik/ neoklasik (classical/neoclassical political
economy), ekonomi politik kynesian (keynesian political economy), dan ekonomi
politik marxian (Marxian political economy).
1. Ekonomi Politik Klasik/Neoklasik
Ekonomi
politik klasik / neoklasik berakar dari mazhab ekonomi klasik / neoklasik yang
menjadi sumber terpenting perumusan kebijakan ekonomi abad 20 dan 21. Mazhab
ini juga menjadi cikal bakal sistem ekonomi kapitalis dan dipraktikkan sebagian
besar dunia saat ini. Sistem ekonomi kapitalis (kapitalisme) tegak 4 pilar
dasar yang melatari. Pertama, kegiatan ekonomi dalam sistem kapitalis
digerakkan dan dikoordinasi oleh pasar (bebas) dengan instrumen harga sebagai
penanda (sinyal). Jika harga dianggap melibihi biaya produksi dan margin laba,
maka itu merupakan sinyal bagi pelaku ekonomi lain untuk masuk ke pasar untuk
menambah persediaan (supply) barang/jasa sehingga dapat menurunkan harga, dan
juga sebaliknya. Kedua, setiap individu mempunyai kebebasan untuk mempunyai hak
kepemilikan (property rights) sebagai dasar melakukan transaksi (exchange).
Tanpa adanya hak kepemilikan, individu tidak akan pernah biasa mengeksekusi
kegiatan ekonomi (transaksi). Ketiga , kegiatan ekonomi dipisahkan oleh tiga
pemilik faktor produksi, yakni pemodal (capital), tenaga kerja (labor), dan
pemilik lahan (land). Pemilik modal memperoleh pendapatan dari laba (profit),
tenaga kerja dari upah (wage), dan pemilik lahan dari sewa (rent).keempat,
tidak ada halangan bagi pelaku ekonomi untuk masuk dan keluar pasar (free entry
and exit barriers).
Dalam
hal penguatan pasar sebagai instrumen unutuk mengkoordinasi kegiatan ekonomi,
misalnya, aturan mainnya yang digunakan adalah mengeluarkan negara / pemerintah
dari aktivitas ekonomi. Seluruh kegiatan ekonomi digerakkan oleh sektor swasta
lewat pasar, sehingga bisa mendeskripsikan preferensi setiap individu. Bahkan,
akibat peran pasar yang dominan, kapitalisme sendiri sering disinonimkan
sebagai ekonomi pasar (market economic) [Grassby, 1999:3].
Pemisahan
kegiatan ekonomi dalam tiga pelaku, yakni pemilik modal, tenaga kerja, dan
pemilik lahan. Meskipun relasi antara ketiga pelaku ini dianggap sangat tidak
adil oleh ekonom kiri (marxian economists), namun faktanya pembagian kerja itu
telah mendonorkan pertumbuhan ekonomi dan tingkat kompetisi yang tinggi di
negara-negara kapitalis. Pada level makro, pemisahan pemilik faktor produksi
tersebut menjadi alasan munculnya segregasi hubungan ekonomi yang efisien
melalui spesialisasi. Pemilik modal menyiapkan sepenuhnya kebutuhan material
(alat produksi) sehingga proses produksi bisa berlangsung, tenaga kerja
memberikan kemampuan/keterampilan maksimal agar diperoleh output yang bermutu,
dan pemilik lahan memberikan jaminan tempat bagi kegiatan produksi. Akhirnya,
ekonomi kelembagaan siten ekonomi kapitalis memberi tempat yang leluasa bagi
setiap pelaku ekonomi untuk masuk dan keluar pasar melalui sistem insentif.
Setiap adanya regulasi yang merintangi pelaku ekonomi untuk masuk keluar pasar,
disitulah akan terjadi inefisiensi ekonomi. Inefisiensi itu dengan mudah
dikenali dari harga yang terbentuk di pasar. Jika harga terlalu tinggi dari
yang seharusnya, berarti jumlah supply sangat terbatas sehingga hal ini menjadi
sinyal bagi pelaku ekonomi lain untuk masuk (entry) pasar. Apabila prosedur
masuk ini dirintangi, maka konsumen akan dirugikan (consumers loss).
Dalam
sistem ekonomi kapitalis, srplus diperoleh apabila terdapat selisih antara
biaya produksi dengan harga jual. Margin tersebut diambil oleh pemilik modal,
sedangkan pekerja (buruh) mendapatkan upah yang merupakan bagian dari biaya
produksi. Jadi, dari model ini seluruh surplus nilai (surplus of value)
dialokasikan kepada produsen (pemilik modal). Konsep ini dianggap merupakan
cara terbaik untuk menentukan dan mengalokasikan nilai barang/jasa dan menjadi
sumber terpenting kegiatan produksi dan alokasi sistem ekonomi kapitalis.
Varian
lain adalah ekonomi politik neoklasik (EPN). Pendekatan ekonomi neoklasik
sendiri tumbuh seiring dengan munculnya marginalist economics pada era 1780-an.
Sebelum era ini, teori ekonomi didominasi oleh pembahasab ekonomi pertumbuhan
ekonomi, distribusi, dan teori nilai. Pusat dari pemikiran neoklasik adalah
menempatkan individu sebagai “constrained choice” [caporaso dan levine,
1992:79]. Inti dari pandangan ini adalah individu merupakan agen yang memilih
(choosing agent), yaitu seseorang yang memutuskan beberapa alternatif dari
tindakannya berdasarkan imajinasi tentang dampak dari keputusan tersebut
terhadap dirinya. Dalam proses pengambilan keputusan tersebut, individu
dihadapkan dalam situasi kelangkaan (scarcity), yakni perbedaan antara kondisi
subjektif (keinginan) dan kondisi alamiah/ objektif (ketersediaan sumberdaya).
Bila antara” keinginan” dan “sumber daya” terdapat perbedaan, maka kelangkaan
eksis.
Ekonomi Politik Neoklasik. Sekalipun ada banyak unsur dari pemikiran awal smith
yang tetap dianut hingga sekarang (atau aliran neoklasik), namun ilmu ekonomi
klasik bukanlah sekedar versi modern dari ekonomi politik klasik. Bahkan
pendekatan neoklasik dianggap lahir pada decade 1870 yaitu bertepatan dengan
bangkitnya aliran marginalis dalam ilmu ekonomi. Sebelum 1870, ilmu ekonom
sebagai sebuah system pemikiran didominasi oleh agenda klasik, seperti
pertumbuhan, distribusi dan teori nilai tenaga kerja, dan setelah decade
1870an, agenda ini mengalami banyak perubahan, biarpun memang perubahan itu tidaklah
drastis.
Pendekatan neoklasik bertolak dari ide tentang
maksimalisasi kebutuhan individu. Langkah berikutnya adalah menggunakan ide
ini untuk mendefenisikan kondisi-kondisi maksimalisasi kesejahteraan
untuk sebuah system yang terdiri dari beberapa individu yang saling terkait.
Kesejahteraan dari sebuah kelompok harus didefisikan secara berbeda dari
kesejahteraan individu (biarpun pendefenisian itu tetap didasarkan pada
kesejahteraan individu). Sebuah kelompok dikatakan mendapatkan kesejahteraan
yang maksimal ketika semua anggota dari kelompok itu berhasil memaksimalkan
kesejahteraannya masing-masing, asalkan kesejahteraan dari semua individu dalam
kelompok itu saling terkait satu sama lain.
Ekonomi politik neoklasik selanjutnya juga menerapkan logika ekonomi dasar
dari pilihan terbatas terhadap situasi-situasi di mana transaksi pribadi tidak
berhasil memaksimalkan kesejahteraan. Istilah ekonomi di sini digunakan dalam
dua artian. Artian yang pertama dan yang paling mendasar dari ekonomi di sini
adalah penghematan (Economizing) yang dilakukan karena terbatasnya pilihan yang
ada. Yang kedua ekonomi disini berarti menggunakan mekanisme pasar sebagai
salah satu cara untuk meningkatkan pemenuhan terhadap kebutuhan individu. Cara
lainnya adalah lewat politik. Maka ekonomi politik kadang akan mengarah pada
penelitian terhadap batas-batas dari pasar sebagai institusi untuk pemenuhan
kebutuhan dan kadang mengarahkan kita kepada teori politik berbasis ekonomi.
Dalam bab ini kami akan membahas ekonomi politik sebagai penelitian terhadap
batas-batas pasar.
2. Ekonomi Politik
Keynesian
Ada
tiga peran yang dapat dilakukan negara untuk mengatasi masalah eksternalitas.
Pertama, pembagian otoritas dan tanggung jawab antara pemerintah lokal,
pemerintah pusat/negara, dan badan-badan pemerintah (misalnya pengawasan polusi
udara) yang bisa menghambat terjadinya penyimpangan seetiap program. Kedua,
keengganan umum untuk menggunakan kekuatan pasar untuk menyelesaikan masalah
eksternalitas, seperti pajak bagi penghasil polutan. Ketiga, ketidak mauan
untuk mempetimbangkan tingkat ‘optimal’ dari kerusakan lingkungan
(environmental disruption) menyebabkan eksternalitas hanya bisa diatasi melalui
pengeluaran sumberdaya masyarakat (society’s resources). Jadi dengan tiga peran
itulah negara bisa datang untuk menuntaskan masalah eksternalisasi.
Berpijak pada
pandangan inilah, maka pendekatan EPK dalam derajat tertentu menghendaki adanya
peran negara dalam aktivitas ekonomi. Mahzab Keynesian menghendaki adanya peran
negara peran negara dalam perekonomian hanya ketika mekanisme pasar mengalami
kegagalan. Oleh karena itu, sepanjang mekanisme pasar tidak mengalami
kegagalan, negara tidak diizinkan untuk mengintervensi pasar.
Lebih lanjut, fokus
utama EPK adalah terciptanya fokus utama stabilitasproses produksi dan
pertumbuhan yang dilakukan oleh kelompok pemodal. Dengan aktivitras ini,
dipastikan kegiatan produksi sekaligus transaksi perdagangan yang dipelopori
dengan aktor utama pemilik modal akan dapat mendonasikan pendapatan yang besar
bagi negara. Internasionalisasi persaingan ekonomi merupakan kepercayaan lain
yang tidak kalah spektakuler. Kaum klasik/neoklasik berpandangan sangat logis
bahwa pemagaran persaingan ekonomi antarnegara berarti melindungi praktik
inefisiensi ekonomi yang digeliti oleh warga/firma suatu negara.
Ekonomi Politik Keynesian. Pendekatan Keynesian mengajukan sebuah kritik terhadap
konsep pasar yang meregulasi dirinya sendiri yang banyak digunaka oleh pemikir
klasik dan neoklasik sebelumnya. Kritik dari pendekatan Keynesian ini
mempertanyakan pandangan bahwa system pasar yang tidak diregulasi akan dapat
sepenuhnya memanfaatkan potensi produksi yang ada dalam sebuah masyarakat.
Inti dari argument tentang pasar yang meregulasi dirinya sendiri adalah
bahwa system pasar akan mempertemukan orang yang memiliki permintaan
dengan orang yang memiliki pasokan sedemikian rupa sehingga kebutuhan dari
smeua orang akan terpenuhi sedapat mungkin. Argumen neoklasik ini merujuk pada
harga dan permintaan. Harga dari barang akan naik atau turun sedemikian rupa
sehingga semua kebutuhan pasar akan terpenuhi yaitu semua yang dibawa produsen
ke pasar akan selalu mendapatkan pembeli. Mekanisme harga ini akan menjamin
bahwa permintaan akan selalu ada dan sekaligus membuat investasi capital diarahkan
pada bagian-bagian yang memerlukan lebih banyak investasi, dimana kebutuhan
yang lebih tinggi akan investasi ini akan ditandai dengan adanya profitabilitas
yang lebih besar.
Menurut argument neoklasik ini, memang bias jadi seorang produsen tertentu
akan gagal untuk menjual semua yang mereka produksi atau bias mereka produksi,
karena apa yang mereka jual tidak diinginkan oleh mereka yang memiliki daya
beli yang cukup untuk membelinya.
Kritik dari pendekatan Keynesian mengatakan bahwa kegagalan untuk menemukan
pembeli bias jadi merupakan kesalhan sistemik yang ada tidak ada hubunganya
dengan ketidakcocokan antara apa yang diproduksi dengan apa yang diperlukan,
melainkan bisa disebabkan karena kegagalan dari mekanisme pasar itu sendiri
untuk menarik pembeli-pembeli yang memiliki daya beli yang cukup. Dengan kata
lain, pasar gagal untuk mempertemukan permintaan dengan pasokan, sehingga tidak
berhasil memanfaatkan keseluruhan kapasitas produksi yang tersedia dalam
masyarakat.
Kritik dari pendekatan Keynesian berusaha untuk
mempertimbangkan kembali hubungan antara politik dengan pasar. Namun sejauh
ini, banyak ekonom dari aliran Keynesian menyimpulkan bahwa kegagalan dalam
permintaan agregat (kegagalan dari pasar untuk menarik konsumen-konsumen dalam
jumlah sesuai dengan pasokan yang ada dalam pasar) tidak harus diperlukan
sebagai sebuah masalah politik. Para ekonom Keynesian mengajukan argument bahwa
stabilitasdan kecukupan dari fungsi pasar bisa didapatkan dengan menggunakan
mekanisme-mekanisme otomatis, yaitu dengan menggunakan sarana administrative
dan bukan dengan cara politik. Argumen dari pendekatan Keynesian ini,
tentus saja, dapat diperdebatkan lagi. Tapi yang penting disini adalah bahwa
perdebatan terhadap pandangan dari aliran Keynesian ini akan menggeser focus
dari topic-topik utama dalam ekonomi politik ke bidang yang berbeda, sehingga
akan memunculkan pertanyaan-pertanyaan baru, diantaranya: dalam kondisi yang
bagaimana pengelolaan yang dilakukan Negara terhadap perekonomian memerlukan
agenda politik dan tidak cukup hanya dengan menggunakan fungsi administratif.
Pendekatan Keynesian memfokuskan pada ketidakstabilan
proses reproduksi dan pertumbuhan dalam perekonomian kapitalis. Karena adanya
beberapa factor seperti yang akan dipaparkan nanti dalam bagian ini,
perekonomian kapitalis mengandung proses-proses yang membuat reproduksi di
dalamnya menjadi tidak stabil sehingga tidak dapat diperkirakan secara pasti
perkembangannya. Proses-proses yang menimbulkan ketidakstabilan ini membuat
kita menjadi ragu tentang sejauh mana pasar yang meregulasi dirinya sendiri
dapat dijadikan institusi bagi masyarakat untuk mengorganisir produksi dan
distribusi barang.
Kebijakan ekonomi dan kerja penuh. Solusi yang ditawarkan oleh
Keynes untuk persoalan pengganguran karena itu berpusat pada tingkat aggregate
demand. Tingkat aggregate demand menentukan tingkat output yang terkait dengan
tingkat kesempatan kerja. Jika ekonomi di bawah kesempatan kerja penuh, maka
tingkat aggregate demand bisa ditingkatkan sampai ke sebuah titik yang melalui
mekanisme multiplier, ekonomi tersebut mencapai tingkat kesempatan kerja penuh.
Tingkat aggregate demand mempunyai komponen berbeda,
dalam sebuah ekonomi tertutup komponen adalah konsumsi, investasi dan belanja
Negara : AD=C+I+G. Karena itu mengontrol AD melalui control dari
kompomen-komponen itu.
Dua kebijakan ekonomi diadopsi dalam keynesianisme
pasca perang untuk mengontrol komponen-komponen dari aggregate demand.
Kebijakan fiscal dan kebijakan moneter. Kebijakan fiscal adalah berdasarkan
pada control belanja (G) dan tingkat pajak (T). Sedangkan kebijakan moneter
memanipulasi tingkat bunga (I) dan jumlah penawaran uang M melalui kredit dan
operasi pasar terbuka (pembelian dan penjualan surat utang oleh Bank Sentral).
Karena dalam framework Keynesian permintaaan adalah mesin dari ekonmi
(sementara dalam framework liberal ini adalah penawaran – ingat hokum
Say:penawaran menciptakan permintaanya sendiri), maka baik kebijakan fiscal
maupun moneter menjadi alat untuk usaha mengontrol komponen tingkat aggregate
demand yang karennya akan mempengaruhi output kesempatan kerja.
3. Ekonomi Politik Marxian
Ekonomi
Politik Marxian (EPM) merupakan kritik terhadap sistem ekonomi pasar
(kapitalisme). Pilar kelembagaan kapitalisme tersebut dianggap oleh Karl
Marx sangat exploitatif karena menempatkan tenaga kerja subordinat berhadapan
dengan pemilik modal. Hal ini bisa terjadi, karena dalam kapitalisme penciptaan
pranata-pranata faktor produksi selalu terlambat ketimbang percepatan inovasi
produksi (teknologi). Dalam terminologi ekonomi, pranata faktor-faktor produksi
tersebut adalah kelembagaan yang mengatur interaksi antara pemilik modal, tanah
,dan tenaga kerja. Dalam masa klasik kuno, kelembagaan faktor – faktor
produksi lebih banyak menguntungkan pemilik tenaga kerja (budak/slave),
sementara pada zaman feodal keuntungan itu banyak dipungut oleh tuan tanah, dan
pada zaman kapitalis saat ini pemegang polis atas profit terbesar adalah
pemilik modal. Persoalan yang mengemuka adalah, ketika inovasi produksi
dilakukan pembagian keuntungan atas kegiatan ekonomi selalu tidak bisa jatuh
secara proporsional kepada masing-masing pemilik faktor produksi sepanjang
pranata kelembagaan faktor-faktor produksi tidak mendukung hal itu. Dalam
konteks ini, Marx (Hayami, 1997:14) berkesimpulan bahwa perkembangan
infrastruktur (inovasi teknologi/produksi), dan itu berlangsung terus sepanjang
usia peradaban ini.
C. Tokoh - Tokoh Pemikir Ekonomi Politik
1. Adam Smith
Adam
Smith adalah tokoh pemikir ekonomi politik klasik. Melalui bukunya “The Wealth
of Nations” Adam Smith menjelaskan tentang hokum-hukum yang menuntun
“actor-aktor ekonomi” dan implikasi dari hokum-hukum ekonomi tersebut bagi
masyarakat dan Negara.
Adam smith tidak
menyukai campur tangan pemerintah dalam kegiatan perekonomian, sebab campur
tangan pemerintah berikut aturan-aturan yang dibuat oleh para pejabat
pemerintah lebih sering dijadiakan sebagai alat oleh kaum kaya untuk
menekan kelompok masyarakat miskin.
2. Paul Baran
Paul
Baran adalah pencetus pertama lahirnya aliran dependensia.dalam On The
P9olitical Economy of Backwardness, Baran berusaha menjelaskan berbagai factor
penyebab keterbelakangan ekonomi di Negara-negara dunia ketiga, terutama
Amerika Latin. Dengan memusatkan perhatian pada hubungan kelas antara rakyat
banyak, elitinternal, dan investor asing, ia melihat adanya kontradiksi antara
imperialisme, proses industrialisasi, dan ekonomi pembagunan umum di
Negara-negara terbelakang.
Bagi Baran,
pembangunan kapitalis yang berkesinambungan mustahil terjadi di Negara-negara
dunia Ketiga. Pandangan ini didasarkan pada hasil pengamatannya bahwa
kapitalisme masuk ke Negara-negara terbelakang bukan melalui pertumbuhan
persaingan perusahaan-perusahaan kecil, melainkan melalui transfer bisnis
monopolistic maju dari luar. Dengan demikian, pembangunan kapitalis di
Negara-negara miskin ini tidak disertai dengan kebangkitan kelas menengah dan
hilangnya dominasi tuan tanah terhadap masyarakat, melainkan disertai pemberian
fasilitas pada sedikit perusahaan monopolistic dan aristokrasi agrarian yang
berkuasa secara social dan politik.
Baran
melihat tidak ada kompetisi untuk meningkatkan output di antara perusahaan dan
juga tidak ada akumulasi surplus social di tangan wiraswastawan, yang dalam
system kompetitif dipaksa untuk melakukan reinvestasi demi ekspansi dan
modernisasi bisnis mereka. Sebagai dampaknya, produksi lebih rendah dari level
potensinya, sementara prtanian masih beroprasi atas basis semifeodal. Melihat
kenyataan tersebut, Baran menyimpulkan bahwa pola pembangunan kapitalis
mustahil bisa diterapkan dnegara-negara dunia ketiga.
Baran
menyimpulkan bahwa kapitalisme telah gagal memperbaiki kesejahteraan masyarakat
miskin, tetapi sebaliknya, sangat berhasil mengintroduksi semua ketimpangan
ekonomi dan social yang melekat dalam system kapitalis. Lebih dari itu,
kapitalisme juga telah mengubah orientasi pertanian dari pola pemenuhan
kebutuhan sendiri kea rah pola komoditas ekspor. Menurut Baran, ini yang
menyebabkan bangkitnya nasionalisme di Negara-negara miskin.
3. Theonio Dos Santos
Theonio
Dos Santos merupakan pemikir ekonomi politik radikal teori dependensia yang
mengembangkan argumentasi Andre Gunder Frank dengan mengatakan bahwa titik
berat proses ketergantungan tidak hanya merupakan “faktor eksternal” semata,
melainkan juga dipengaruhu “faktor internal”. Menurut Dos Santos, faktor
internal di Negara-negara dunia ketiga sedikit banyak ikut berperan dalam
mengukuhkan pola ketergantungan tersebut. Faktor-faktor internal tersebut
antara lain diawali oleh ketergantungan perdagangan pada masa penjajahan hingga
ketergantungan industry dan financial pada era pascakemerdekaan.
Dos Santos
mengklasifikasikan tiga jenis ketergantungan :
a.
Ketergantungan
Kolonial, yang ditandai oleh bentuk perdagangan luar negeri era colonial yang
bersifat monopoli dan diikuti monopoli sumber daya lainnya oleh pemerintah
kolonial.
b.
Ketergantungan
industrial-finansial, ditandai oleh dominasi modal besar di Negara-negara
kolonial.
c.
Ketergantungan
Teknologi Industri yang terjadi setelah PD II sebagai dampak operasi
perusahaan-perusahaan multinasional yang melakukan investasi di Negara-negara
berkembang.
4. Thorstein Veblen
Veblen
dianggap sebagai bapak ekonomi politik kelembagaan. Ia lebih melihat
kelembagaan sebagai norma-norma yang membentuk perilaku masyarakat dalam
bertundak, baik dalam perilaku mengonsumsi maupun berproduksi.
Menurut Veblen,
teori-teori klasik dan Neoklasik terlalu menyederhanakan fenomena-fenomena
ekonomi, dan mengabaikan peran aspek nonekonomi seperti kelembagaan dan
lingkungan. Padahal pengaruh keadaan dan lingkungan sangat besar terhadap
perilaku ekonomi masyarakat, sebab struktur politik dan social yang tidak
mendukung dapat memblokir dan menimbulkan distorsi proses ekonomi, dan perilaku
masyarakat bisa berubah, disesuaikan dengan lingkungan dan keadaan. Bagi
Veblen, keadaan lingkungan inilah yang disebut “institusi”.
5. Weber, Schumpeter,
dan Myrdal
Max
Weber, Joseph Schumpeter dan Gunnar Myrdal adalah pemikir ekonomi politik
kelembagaan yang membahas peran wirausahawan dalam proses industrialisasi. Bagi
mereka, walau banyak aktor dan proses yang terlibat dalam industrialisasi dan
modernisasi, tidak dapat disangkal bahwa aktor utama industrialisasi adalah
wirausahawan. Dalam kajian ekonomi politik kelembagaan, variable dan parameter
ekonomi hanya merupakan hasil dari tindakan-tindakan sejumlah actor yang berada
di belakang suatu peristiwa ekonomi.
6. Commons, Coase,
dan North
John
R.commons, Ronald Coase dan Douglas North adalah pemikir ekonomi politik
kelembagaan yang lebih menyebutkan kelembagaan memiliki peran hokum dalam
perekonomian. Menurut pakar-pakar kelembagaan ini, ekonomi pasar tidak tercipta
dengan sendirinya. Ekonomi pasar perlu memenuhu prasyarat tegaknya suatu
institusi yang dapat mengatur pola interaksi beberapa aktor dalam suatu arena
transaksi yang disepakati bersama. Kelembagaan dilihat dari sisi hukum
menentukan dan atau mewarnai transaksi, terutama melalui aturan main yang
berlaku, sekaligus juga mengatur kelompok atau agen ekonomi untuk mewujudkan
control kolektif terhadap transaksi. Tanpa kehadiran institusi, biaya transaksi
menjadi tinggi. Selain itu, pelaku ekonomi akan menghadapi resiko penipuan,
pemerasan, ancaman fisik, dan bentuk ketidakpastian lainnya.
7. Kenneth Arrow
Kenneth
Arrow adalah tokoh pemikir ekonomi politik baru dengan teori pilihan rasional.
Arrow adalah tokoh yang dianggap paling berjasa dalam menyebabkan paradigma
pilihan rasional mendapat tempat dalam ilmu ekonomi politik. Secara umum teori
pilihan rasional berusaha mengembangkan aksioma-aksioma tentang pilihan terbaik
dan preferensi yang sudah digagas oleh pakar-pakar Klasik dan Neoklasik
sebelumnya. Pilihan rasional terkait dengan konsep-konsep seperti kesukaan,atau
preferensi, kepercayaan, peluang, dan tindakan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Munculnya teori ekonomi dapat dilacak dari periode antara abad 14 dan 16, yang
biasa disebut masa “transformasi besar” di Eropa Barat sebagai implikasi dari
sistem perdagangan yang secara perlahan menyisihkan sistem ekonomi feudal pada
abad pertengahan. Tumbuhnya pasar ekonomi baru yang besar tersebut telah
memunculkan peluang ekspresi bagi aspirasi-aspirasi individu dan memperkuat
jiwa kewirausahaan yang sebelumnya ditekan oleh lembaga gereja, negara dan
komunitas. Selanjutnya, pada abad 18 muncul abad pencerahaan yang marak di
Perancis dengan para pelopornya, antara lain, Voltaire, Diderot, D’Alembert,
dan Condilac. Pusat gagasan dari pencerahan ide tersebut adalah adanya otonomi
individu dan eksplanasi kapasitas manusia. Para pemimpin dari aliran ini
mempercayai bahwa kekuatan akal akan dapat menyingkirkan manusia dari segala
bentuk kesalahan. Ide dari abad pencerah inilah yang bertumu kepada ilmu
pengetahuan masyarakat (science of society), yang sebetulnya menjadi dasar
ekonomi politik. Sedangkan istilah ekonomi politik sendiri pertama kali
diperkenalkan oleh penulis Perancis, Antoyne de Montchetien (1575-1621), dalam
bukunya yang bertajuk Triatise on Political Economy. Sedangkan
dalam bahasa Inggris, penggunaan istilah ekonomi politik terjadi pada 1767
lewat publikasi Sir James Steuart (1712-1789) berjudul Inequiry into
the Principles of Political Economy.
B. Saran
Sebelum ilmu ekonomi berkembang seperti saat ini,
sesungguhnya dulunya berinduk kepada ilmu ekonomi politik (political economy).
Sedangkan ekonomi politik sendiri merupakan bagian dari ilmu filsafat.
DAFTAR PUSTAKA
Caporaso,
jemis A & David P. Levine.2008.Teori-teori Ekonomi Politik.Yogyakarta:Pustaka Pelajar
Deliarnov.2009.Ekonomi
Politik.Jakarta:Erlangga Ikatan
Pelajar Mahasiswa Kepulauan Riau Yogyakarta.2012. Modul Sekolah Advokasi
Pengantar Ilmu Politik. Yogyakarta:Resist Institute
Pengantar Ilmu Politik. Yogyakarta:Resist Institute
Yustika,
Ahmad Erani.2009.Ekonomi: Politik Kajian Teoritis Analisis
Empiris.Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Pustaka Pelajar